Pelaksanaan Pemilu yang pernah berlangsung di Indonesia, tidak pernah lepas dari pelanggaran. Pelanggaran Pemilu yang terjadi bentuknya bermacam macam dari pelanggaran administrasi sampai pelanggaran yang berupa kejahatan atau yang lazim disebut tindak pidana Pemilu. Berdasarkan data yang tercatat di Bawaslu Pusat, untuk Pemilu tahun 2009 laporan yang masuk ke Pengawas Pemilu terkait tindak pidana Pemilu mencapai 6.019 kasus. Dimana pelanggaran ini terjadi di setiap agenda pelaksanaan Pemilu yang dimulai dari Pemutakhiran Data Pemilih dan Penyusunan Daftar Pemilih, Pendaftaran dan Penetapan Peserta Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, Pencalonan Anggota DPR, DPD dan DPRD, Masa Kampanye, Masa Tenang, Pemungutan, Penghitungan Suara, dan Penetapan Hasil Pemilu. Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kab/kota, Panwaslu Kecamatan, dan Panwaslu Luar Negeri, merupakan unsur lembaga penyelenggara Pemilu yang memiliki fungsi di dalam pengawasan Pemilu.
Pengawas Pemilu memiliki peran yang strategis karena fungsinya di dalam mengawasi pelaksanaan Pemilu, agar Pemilu terlaksana dengan baik dan minim dari pelanggaran, baik pelanggaran yang bersifat administrasi maupun pelanggaran yang termasuk dalam tindak pidana Pemilu. Berdasarkan Undang-Undang No 15 tahun 2011 tentang penyelenggara Pemilihan Umum, disebutkan bahwa Pengawas Pemilu memiliki tugas dan fungsi pokok di dalam melakukan pengawasan terhadap setiap agenda penyelenggaraan Pemilihan Umum baik yang berlangsung di setiap daerah Indonesia, maupun yang berlangsung di Luar Negeri. Selain itu pengawas Pemilu mempunyai kewenangan di dalam menerima setiap laporan pelanggaran Pemilu yang masuk, serta mengkaji apakah pelanggaran tersebut masuk ke dalam pelanggaran administrasi atau tindak pidana Pemilu. dari hasil kajian tersebut kemudian Pengawas Pemilu merekomendasikannya kepada pihak yang berwenang untuk diproses lebih lanjut.
Dari beberapa kewenangan Pengawas Pemilu yang terdapat dalam Pasal 73-76 Undang-undang No 15 tahun 2011 tentang penyelenggara Pemilu, dapat dikatakan bahwa Pengawas Pemilu merupakan pintu utama di dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana Pemilu yang terjadi.
Kewenangan pengawas Pemilu tersebut memiliki konsekuensi setiap laporan mengenai tindak pidana Pemilu yang disaksikan oleh masyarakat tidak dapat dilaporkan begitu saja ke pihak Kepolisian seperti tindak pidana pada umumnya, namun laporan tersebut harus dilaporkan melalui Bawaslu/Panwaslu yang ada di setiap wilayah kerja sebagai lembaga pengawas Pemilu yang legal.
Peran dari Pengawas Pemilu yang strategis tersebut menjadikan kedudukan Pengawas Pemilu dipertanyakan, pertama bagaimanakah kedudukan Pengawas Pemilu dalam penegakan hukum tindak pidana Pemilu? dan yang kedua upaya-upaya apakah yang dilakukan Pengawas. Hal ini berdasarkan Undang-Undang No 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Sesuai dengan Pasal 69 ayat 2 dan 3 Undang-undang No 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, Pengawas Pemilu merupakan lembaga negara yang keberadaannya berada di Pusat, Provinsi dan bersifat tetap, sedangkan untuk pengawas Pemilu yang berada di Kabupaten/kota, kecamatan, pengawas lapangan, serta pengawas Pemilu luar negeri bersifat ad hoc. Pengawas Pemilu merupakan salah satu elemen penegak hukum di dalam penegakan hukum tindak pidana Pemilu. Hal ini dapat dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 73-76 Undang-undang No 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang dimana, kewenangan Pengawas Pemilu di dalam menerima laporan dugaan tindak pidana Pemilu, mengkaji laporan tersebut, yang kemudian direkomendasikan kepada kepolisan untuk diproses lebih lanjut dan penegakan hukum terhadap kasus tindak pidana Pemilu dapat berjalan dengan baik.
Fungsi Pengawas Pemilu yang ditransformasikan ke dalam tugas, wewenang dan kewajiban di dalam melakukan pengawasan Pemilu. Dalam Pasal 73-76 Undang-Undang No 15 tahun 2011 tentang penyelenggara Pemilu memuat tentang tugas, wewenang, dan kewajiban dari Pengawas Pemilu yang tersebar di wilayah kerja baik Nasional, Provinsi, Kabupaten/kota, Kecamatan, Kelurahan/desa dan di Luar Negeri. Salah satu tugas dan wewenang Pengawas Pemilu adalah menerima laporan terkait dengan adanya dugaan tindak pidana Pemilu, mengkaji laporan dan temuan tersebut serta merekomendasikannya kepada yang berwenang. Tidak hanya sampai disana, Pengawas Pemilu juga memiliki kewenangan di dalam memantau atas pelaksanaan tindak lanjut pelanggaran pidana Pemilu oleh instansi yang berwenang, serta mengawasi atas pelaksanaan putusan tindak pidana Pemilu yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, kewenangan yang dimiliki Pengawas Pemilu terbatas jika berhadapan dengan tindak pidana Pemilu. Pengawas Pemilu hanya memiliki kewenangan di dalam menerima laporan dari masyarakat, mengkaji, serta merekomendasikannya kepada pihak yang berwajib.
Kewenangan dari Pengawas Pemilu yang terbatas ini terkadang membuat kasus pidana Pemilu yang terjadi tidak dapat diproses secara keseluruhan dan utuh karena adanya perbedaan persepsi tentang cakupan dan ruang lingkup tindak pidana Pemilu diantara penegak hukum, yang mengakibatkan tindak pidana Pemilu tidak dapat diproses lebih lanjut.
Pengawas Pemilu memerlukan koordinasi diantara lembaga negara lainnya khususnya penegak hukum di dalam melaksanakan fungsinya sebagai pengawas Pemilu.
Penegakan hukum tindak pidana Pemilu tidak bisa dilakukan sendiri oleh jajaran pengawas Pemilu, sebab Pengawas Pemilu hanya sebagai pintu utama terhadap tindak pidana Pemilu yang terjadi. Penuntasan atas tindak pidana Pemilu harus menyertakan institusi penegak hukum lainnya.
Oleh karena itu, Pengawas Pemilu harus melakukan koordinasi dengan kepolisian, kejaksaan dan lembaga peradilan guna memperlancar proses penanganan kasus pelanggaran pidana Pemilu. Pengawas Pemilu tidak dapat melakukan penanggulangan secara represif terhadap tindak pidana Pemilu, karena kedudukan dan kewenangan yang dimilikinya terbatas. Sebagai upaya preventif pengawas Pemilu membentuk Sentragakumdu (Sentra Penegakan Hukum Terpadu). Sentragakumdu merupakan forum komunikasi diantara Pengawas Pemilu dan penegak hukum yang bertujuan untuk menyamakan persepsi diantara penegak hukum terhadap tindak pidana Pemilu. Selain itu, akan lebih mempermudah koordinasi antara Pengawas Pemilu sebagai pintu utama penegakan hukum tindak pidana Pemilu dengan penegak hukum lainya dan proses yang selanjutnya. Upaya preventif ini dilakukan oleh Pengawas Pemilu agar tercapainya Pemilu yang bersih, adil, dan minim dari pelanggaran, baik pelanggaran administrasi maupun tindak pidana Pemilu.
Kesimpulan :
Kewenangan yang dimiliki oleh Pengawas Pemilu sebagai pintu utama di dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana Pemilu, membuat kedudukan Pengawas Pemilu menjadi strategis. Kedudukan inilah yang membuat Pengawas Pemilu termasuk di dalam salah satu elemen di dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana Pemilu, selain kepolisian sebagai penyidik dan kejaksaan sebagai penuntut umum. Namun, diperlukannya kesamaan persepsi diantara penegak hukum terkait dengan cakupan tindak pidana Pemilu agar tidak terjadi miss persepsi diantara penegak hukum di dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana Pemilu. Upaya penanggulangan preventif yang dilakukan oleh Pengawas Pemilu di dalam menanggulangi tindak pidana Pemilu, salah satunya dengan membentuk Sentragakkumdu (Sentra Penegakkan Hukum Terpadu). Sentragakkumdu merupakan forum koordinasi diantara Pengawas Pemilu, kepolisian dan kejaksaan untuk mempermudah koordinasi dan menyamakan persepsi tentang proses di dalam melakukan tindakan terhadap tindak pidana Pemilu. Sentragakkumdu ini diharapkan dapat mempermudah komunikasi diantara penegak hukum agar tercapai sinergitas di dalam melakukan penegakan hukum terhadap tindak pidana Pemilu, dan diharapkan dari upaya preventif yang dilakukan oleh Pengawas Pemilu, tercipta Pemilu yang bersih, adil dan minim dari pelanggaran terutama tindak pidana Pemilu.
Referensi :
Gaffar, Janedjri M, 2012, Politik Hukum Pemilu, cetakan pertama, Konstitusi Press, Jakarta.
Marzuki, Peter Mahmud, 2010, Penelitian Hukum, cetakan ke-6, Kencana Prenada Media, Jakarta.
Santoso, Topo & Didik Supriyanto, 2004, Mengawasi Pemilu Mengawal Demokrasi, cetakan pertama, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Santoso, Topo, 2006, Tindak Pidana Pemilu, cetakan pertama, Sinar Grafika, Jakarta.
Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
0 komentar:
Posting Komentar