Jumat, 08 Agustus 2014

Hukum Adat Bali Dalam Konsep “TRI KAYA PARISUDHA”


PENGERTIAN TRI KAYA PARISUDHA
Selama ini mahasiswa di Indonesia dan di Bali kurang memahami tentang berbagai masalah adat. Terutama adat bali dalam kajianya mengenai sejauh mana unsur-unsur / nilai-nilai luhur agama berperan besar terhadap pembentukan kepribadian adat suatu daerah, terutama konsep Tri Kaya Parisudha . Masyarakat Bali memang tak pernah terlepas dari bayang-bayang agama Hindu. Begitu menyatu dan membaur. Demikian pula dalam cara berpikirnya. Salah satu landasan berpikir dan berperilaku, yaitu : Tri Kaya Parisudha. Tri Kaya Parisudha berarti : tiga landasan dalam bertingkah laku, yang terdiri dari :
    1.      Berfikir yang baik
    2.      Berbuat yang baik
    3.      Berprilaku yang baik
Filosofi ini mengajarkan kepada masyarakat Bali untuk : satu pikiran, perkataan &perbuatan. Sebenarnya, meski filosofi ini sudah tercipta lama sekali, tapi masih relevan dengan kehidupan masyarakat Bali modern. Filosofi masih tetap dipakai dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bali, sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Kalau dicari-cari, filosofi ini sangat universal. Seperti dalam dunia Barat, dikenal istilah :integrity, commitment. Kalau dilihat dari makna yang tersurat di dalam kedua kata ini, samalah dengan konsep Tri Kaya Parisudha itu. 
Tri Kaya Parisuda artinya tiga gerak perilaku manusia yang harus disucikan, yaitu berpikir yang bersih dan suci (Manacika), berkata yang benar (Wacika) dan berbuat yang jujur (Kayika). Dari tiap arti kata di dalamnya, Tri berarti tiga; Kaya bararti Karya atau perbuatan atau kerja atau prilaku; sedangkan Parisudha berarti "upaya penyucian".Jadi "Trikaya-Parisudha berarti "upaya pembersihan/penyucian atas tiga perbuatan atau prilaku kita". 

PENYUCIAN PIKIRAN (MANACIKA)
Inilah tindakan yang harus diprioritaskan, karena pada dasarnya semua hal bermula disini. Ia menjadi dasar dari prilaku kita yang lainnya (perkataan dan perbuatan); dari pikiran yang murni akan terpantul serta terpancarkan sinar yang menyejukan orang-orang disekitar kita, sebaliknya pikiran keruh akan meruwetkan segala urusan kita, walaupun sebenarnya tak perlu seruwet itu. Tentu ruwet tidaknya suatu permasalahan, amat tergantung padacara kita memandang serta cara kita menyikapinya.  Bila pandangan kita sempit dan gelap, semuanya akan menjadi sumpek dan pengap. Sebaliknya bila pandangan kita terang, segala hal akan tampak jelas sejelas-jelasnya. Ibarat mengenakan kacamata, penampakan yang diterima oleh mata amat tergantung pada kebersihan, warna bahan lensanya, serta kecangihan dari bahan lensanya. Jadi, apapun adanya suatu keberadaan, memberikan pancaran objektif bagi kita, namun kita umumnya tidak dapat menangkapnya dengan objektif. Pandangan kotor akan menampakkan objek kotor dan tidak murni dimata kita. Apabila cara pandang serupa itu kita gunakan memandang berbagai fenomena hidup dan kehidupan, tentu hidup kita menjadi ruwet, menimbulkan duka-nestapa, serta berbagai kondisi-kondisi pikiran negatif. Hal inilah yang terjadi dalam pikiran kita. Pikiran kita menjadi kotor dan suram pandangan kita sendiri.
Untuk itu hanya kita sendiri yang dapat membersihkannya. Hal ini dalam Hindu disebutkan :"tak ada makhluk dari alam manapun yang dapat menyucikan batin kita, apabila kita sendiri tidak bergerak dan berupaya kearah itu, terlebih benda-benda materi, tentu tak mungkin menyucikan siapa-siapa".
Untuk menyucikan pikiran, perlu memperbaiki pandangan terlebih dahulu. Untuk memperbaiki pandangan, diperlukan pemahaman yang baik dan mencukupi tentang falsafah ajaran agana yang dapat dipelajari dari kitab suci dan bimbingan guru. Melalui hal tersebut, banyak kegelapan dan kegalauan batin kita menjadi sirna, terbitnya cahaya terang dalam batin melalui bimbingan beliau, membantu mempercepat proses menuju tujuan akhir.  
Tiga macam implementasi pengendalian pikiran dalam usaha untuk menyucikannya, disebutkan di dalam Saracamuscaya, adalah:
    1.      Tidak menginginkan sesuatu yang tidak layak atau halal.
    2.       Tidak berpikiran negatif terhadap makhluk lain.
    3.      Tidak mengingkari HUKUM KARMA PHALA.
Demikianlah disebutkan didalam salah satu Kitab Suci umat Hindu, bila kita cermati inti dari tiga hal di atas adalah bahwa dengan faham karma phala sebagai hukum pengatur yang bersifat universal, dapat membimbing mereka, yang meyakininya untuk berpola pikir yang benar dan suci.

PENYUCIAN PERKATAAN (WACIKA).
Terdapat empat macam perbuatan melalui perkataan yang patut di kendalikan, yaitu:
    1.      Tidak suka mencaci maki.
    2.      Tidak berkata-kata kasar pada siapapun.
    3.      Tidak menjelek-jelekan, apalagi memfitnah makhluk lain.
    4.      Tidak ingkar janji atau berkata bohong.
Demikianlah disebutkan dalam Sarasamuscaya; kiranya jelas bagi kita bahwa betapa sebetulnya semua tuntunan praktis bagi pensucian batin telah tersedia. Kita harus dapat menerapkannya sesuai dengan kemampuan masing-masing.

PENYUCIAN PERBUATAN FISIK & PERILAKU (KAYIKA).
Terdapat tiga hal utama yang harus dikendalikan, yaitu:
    1.      Tidak menyakiti, menyiksa, apalagi membunuh-bunuh makhluk lain.
    2.      Tidak berbuat curang, sehingga berakibat merugikan siapa saja..
    3.      Tidak berjinah atau yang serupa itu.
Demikianlah sepuluh hal penting dalam pelaksanaan Tri Kaya Parisudha sesuai dengan apa yang dijabarkan dalam kitab Saracamuscaya. Pengamalan Tri Kaya Parisudha dalam kehidupan sehari-hari sangat diperlukan untuk membentuk karma serta hubungan yang baik antar sesama umat.

MASYARAKAT BALI PADA UMUMNYA MASIH MENGGUNAKAN TRI KAYA PARISUDA
Hal ini didasari karena konsep tersebut sesuai dan mudah dipahami sebagai nilai-nilai moral masyarakat bali. Bali sebagai daerah yang hukum adatnya masih berpengaruh dengan kuat dan diterima oleh alam hukum daerah tersebut, yang semuanya berpangkal pada hidup budaya dan banyak dipengaruhi unsur-unsur religius. Oleh karena itu, hukum adat di Bali hidup secara berdampingan dan saling mengisi dengan agama (Hindu).
Dengan diterimanya unsur-unsur agama ke dalam hukum delik adat, secara konkrit terlihat dart tata cara penjatuhan sanksi adat yang lebih banyak dikaitkan dengan ritual-ritual keagamaan. Dengan demikian, maka berfungsinya hukum delik adat tidak terlepas dari unsur-unsur religius, dalam arti, sesuai dengan pandangan hidup berdasarkan ajaran-ajaran agama Hindu, di samping juga faktor lain seperti kesadaran anggotamasyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang aman dan tertib.
 Dapat diidentifikasi beberapadelik hukum adat, yang apabila diklasifikasikan termasuk dalam delik terhadap:
1.    harta benda;kepentingan orang banyak;
2.    kepentingan pribadi seseorang;
3.    kesusilaan;
4.     dan pelanggaran lain yangsifatnya ringan.
Dalam praktek peradilan di Bali, untuk kasus-kasus delik hukum adat, putusanhakim didasarkan Pasal 5 ayat (3) sub. b UU No. 1 Drt Tahun 1951 yang dihubungkan dengankewajiban hakim sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970. Ditemukan putusan yang bervariasi dalam penanganan kasus-kasus delik hukum adat, bahkan ditemukan pula putusan hakim yang menjatuhkan pidana pokok dan pidana tambahan di luar ketentuan Pasal 10 KUHP.
Eksistensi delik hukum adat dalam hukum pidana positif di Indonesia, palingtidak mematahkan kekakuan asas legalitas dalam dinamika hukum pidana positif, walaupundalam implementasinya hukum pidana positif di Indonesia masih menampakkan kekakuannya.
Dalam era implementasi hukum pidana mendatang, delik hukum adat masih diberikan peluangkeberadaannya. Peluang keberadaan delik hukum adat tercermin dalam konsep KUHP yangdituangkan dalam Pasal 1 ayat (4) dan Pasal 64 ayat (4) sub. 5. Langkah tepat para perancang konsep KUHP untuk tetap mengakui keberadaan delik hukum adat dalam implementasi hukum pidana mendatang telah menunjukkan adanya pergeseran pandangan terhadap hukum yang yuridis dogmatis menuju pada pandangan yang sosiologis. Urgensi memasukkan delik hukumadat tentu berkait pula dengan usaha mengangkat nilai-nilai sosial dan budaya sebagai khasanah potensial dalam pembangunan hukum. Semua ini tentu dalam konteks, bahwa faktor-faktor yangada di luar hukum, ikut pula menentukan efektif atau tidaknya hukum.

0 komentar:

Posting Komentar

Selamat datang di blog Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia DPC Bali, Terima kasih telah berkunjung di blog kami..