Jumat, 08 Agustus 2014

Special Protective Measures bagi Justice Collaborators dalam Penyelesaian Kasus Tindak Pidana Korupsi


Special Protective Measures bagi Justice Collaborators dalam Penyelesaian Kasus Tindak Pidana Korupsi (Komparasi Good Practices for the Protection of Witnessess in Criminal Proceedings involving Organized Crime terhadap UU No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban)

Suatu Gambaran Awal

Peliknya pembuktian kejahatan-kejahatan yang bermotif white-collar crime pada ensiklopedi penegakan hukum di Indonesia tak jarang memerlukan keberadaan saksi-saksi kunci dalam memberikan keterangan dalam persidangan. Sebagai komparasi, keberadaan affidavit  dalam sistem pembuktian tindak pidana dalam sistem  jury pada sistem hukum Anglo-Saxon menempati posisi yang sangat krusial.

Kemunculan berbagai kasus-kasus tindak pidana korupsi yang mencuat hangat di media, (contoh: Kasus Korupsi Wisma Atlet yang melibatkan M. Nazaruddin dan Rossa Manulang) menunjukkan betapa pentingnya kepastian perlindungan saksi dalam penyampaian keterangan. Kondisi ini sejalan dengan pernyataan Antonio Maria Costa, Chief Executive Director of United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC). Ia mengungkapkan, “Witnesses need to have the confidence to come forward to assist law enforcement and prosecutorial authorities. They need to be assured that they will receive support and protection from intimidation and the harm that criminal groups may seek to inflict upon them in attempts to discourage or punish them from cooperating.”

Justifikasi Perlindungan

Keberadaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban (selanjutnya disebut UU Perlindungan Saksi dan Korban) telah menjadi suatu paying hukum dan hembusan angin segar bagi ensiklopedi penegakan hukum di Indonesia dalam mengungkap berbagai kasus korupsi yang marak di negara ini. Jika dibandingkan dengan keberadaannya di Amerika Serikat, mekanisme di Indonesia tergolong lambat karena Negeri Paman Sam pada tahun 1970 melalui Organized Crime Control Act telah melaksanakan Witness Security (WITSEC) Program.

Melihat jarak dan perbedaan mekanisme pelaksanaan, penulis memandang perlu untuk melakukan analisis terhadap substansi normatif UU Perlindungan Saksi dan Korban terhadap Good Practices dari UNODC. Mengutip pendapat Jessywn Yogaratnam, aktivis perlindungan asylum seeker di Australia, “It is the duty of the young lawyer to not only oblige the law, but also to challenge the current definition, to assure the coherence from the spirit commanded in the international documents to each national legal instruments”

Permasalahan (A Comparative Approach)

UU Perlindungan Saksi dan Korban telah memberikan gambaran awal dalam hal perlindungan saksi maupun korban. Akan tetapi tidak pada kasus korupsi yang bersifat organized crime, terlebih memerlukan peranan justice collaborators.

Dalam Good Practices of Protection of Witnesses oleh UNODC, justice collaborators  diklasifikasikan ke dalam golongan saksi dan didefinisikan sebagai A person who has taken part in an offence connected with a criminal organization possesses important knowledge about the organization’s structure, method of operation, activities and links with other local or foreign groups. An increasing number of countries have introduced legislation or policies to facilitate cooperation by such people in the investigation of cases involving organized crime”

Fenomena ini kerap terjadi dalam proses pengadilan tindak pidana korupsi, sebagai contoh keterlibatan Rossa Manulang dalam kasus korupsi Wisma Atlet. Apabila ditinjau dari substansi Pasal 5 tentang Perlindungan dan Hak Saksi dan Korban, yang memuat :

a. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya,
serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang,
atau telah diberikannya;
b. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan
dukungan keamanan;
c. memberikan keterangan tanpa tekanan;
d. mendapat penerjemah;
e. bebas dari pertanyaan yang menjerat;
f. mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus;
g. mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan;
h. mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan;
i. mendapat identitas baru;
j. mendapatkan tempat kediaman baru;
k. memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan;
l. mendapat nasihat hukum; dan/atau
m. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan
berakhir.

Akan tetapi pada prakteknya, kerap kali justice collaborators merupakan pihak yang terkait dalam rangakaian organized crime. Sehingga, terdapat kekurangan substansial dari UU Perlindungan Saksi dan Korban yang mem-foresee kemungkinan saksi yang ada, terlebih justice collaborator.

Menurut Good Practices of Protection of Witnesses oleh UNODC, selayaknya terdapat special measures untuk melindungi justice collaborators bilamana tidak mendapatkan suatu immunity karena keterlibatannya dalam organized crime, dengan mempertimbangkan kesaksiannya pada persidangan seperti:
(a) Separation from the general prison population (penjara yang terpisah);
(b) Use of a different name for the prisoner-witness (identitas yang berbeda selama masa tahanan di penjara);
(c) Special transportation arrangements for in-court testimony (transportasi khusus selama perjalanan menuju pengadilan);
(d) Isolation in separate detention units at the prison or even in special prisons (isolasi pada unit detensi khusus).


Silver Linings

Dilihat dari segi perlindungan justice collaborators,  terdapat kekurangan kepastian perlindungan hak atas rasa aman jika dibandingkan dengan ketentuan Pasal 5 UU Perlindungan Saksi dan Korban.

Sehingga special measures, dipandang perlu dalam kaitan pemenuhan hak justice collaborators atas rasa aman. Pandangan ini selayaknya mulai diejawantahkan dalam berbagai legal instruments, sehingga akan menimbulkan kepastian akan rasa aman, dan niscaya semakin memunculkan justice collaborators lainnya dengan kesaksian-kesaksian yang dapat dipertanggungjawabkan dalam menguak tabir korupsi di Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar

Selamat datang di blog Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia DPC Bali, Terima kasih telah berkunjung di blog kami..